CARA BUDIDAYA TANAMAN TEMULAWAK
DIPOSKAN OLEH : ADITYA WIDIYANTO
Temu lawak
Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah tumbuhan obat yang
tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae)[1]. Ia berasal
dari Indonesia, khususnya
Pulau Jawa, kemudian menyebar ke
beberapa tempat di kawasan wilayah biogeografi Malesia. Saat ini,
sebagian besar budidaya temu lawak berada di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina[2] tanaman ini selain di Asia
Tenggara dapat ditemui
pula di China, Indochina, Barbados, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.Nama daerah di
Jawa yaitu temulawak, di
Sunda disebut koneng gede,
sedangkan di Madura disebut temu
labak[1]. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut dan berhabitat di hutan tropis[2]. Rimpang temu
lawak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur[3].
Di
Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak untuk
dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung,
1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat
meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang
tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti
kolesterol, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan
antimikroba.
Ciri Morfologi
Terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang
dari 2 m. Batang semu merupakan bagian dari pelepah daun yang tegak dan saling bertumpang tindih[4], warnanya hijau
atau coklat gelap. Rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berukuran besar,
bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna
hijau gelap. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun 2 – 9 helai dengan bentuk
bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan
terang sampai gelap, panjang daun 31 cm – 84 cm dan lebar 10 cm – 18 cm,
panjang tangkai daun termasuk helaian 43 cm – 80 cm, pada setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna
kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan lateral,[1]. tangkai
ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9cm – 23cm dan lebar 4cm –
6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8mm – 13mm,
mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu
atau merah, panjang 1.25cm – 2cm dan lebar 1cm, sedangkan daging rimpangnya
berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya
pahit[4].
Temulawak
|
||||||||||||||||
Bunga temu lawak
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
Aspek Budidaya
Bibit diperoleh dari
perbanyakan secara vegetatif yaitu anakan yang tumbuh dari rimpang tua yang
berumur 9 bulan atau lebih, kemudian bibit tersebut ditunaskan terlebih dahulu
di tempat yang lembap dan gelap selama 2-3 minggu sebelum ditanam[1]. Cara lain
untuk mendapatkan bibit adalah dengan memotong rimpang tua yang baru dipanen
dan sudah memiliki tunas (setiap potongan terdiri dari 2-3 mata tunas),
kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama 4-6 hari[2]. Temulawak
sebaiknya ditanam pada awal musim hujan agar rimpang yang dihasilkan besar,
sebaiknya tanaman juga diberi naungan[1].
Lahan penanaman diolah
dengan cangkul sedalam 25-30 sentimeter, kemudian
dibuat bedengan berukuran 3-4 meter dengan panjang sesuai dengan ukuran lahan, untuk mempermudah
drainase agar rimpang tidak tergenang dan membusuk[5]. Lubang tanam
dibuat dengan ukuran 20 sentimeter x 20 sentimeter x 20 sentimeter dengan jarak tanam 100 sentimeter x 75 sentimeter, pada setiap
lubang tanam dimasukkan 2-3 kilogram pupuk kandang[1]. Penanaman
bibit dapat pula dilakukan pada alur tanam/ rorak sepanjang bedengan, kemudian
pupuk kandang ditaburkan di sepanjang alur tanam, kemudian masukkan rimpang
bibit sedalam 7.5-10 sentimeter dengan mata tunas menghadap ke atas[5].
Pemeliharaan tanaman
dilakukan dengan penyiangan gulma sebanyak 2-5 kali, tergantung dari pertumbuhan gulma, sedangkan pembumbunan
tanah dilakukan bila terdapat banyak rimpang yang tumbuh menyembul dari tanah[1]. Waktu panen
yang paling baik untuk temu lawak yaitu pada umur 11-12 bulan karena hasilnya
lebih banyak dan kualitas lebih baik daripada temu lawak yang dipanen pada umur
7-8 bulan[5]. Pemanenan
dilakukan dengan cara menggali atau membongkar tanah disekitar rimpang dengan
menggunakan garpu atau cangkul[1].
Pertumbuhan
Iklim
·
Secara alami temulawak tumbuh
dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar
matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan
pohon bambu atau jati. Namun temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di
tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya
adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
·
Suhu udara yang baik untuk
budidaya tanaman ini antara 19-30 oC
·
Tanaman ini memerlukan curah
hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.
Media tanam
Perakaran temulawak
dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur,
berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun untuk
memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan
berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan
untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur.
Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak
mudah tergenang air.
Ketinggian
Temulawak dapat tumbuh
pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah
750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman
yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran
tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri.
Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
PEDOMAN BUDIDAYA TEMULAWAK
1. Pembibitan : Perbanyakan
tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang
induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang
induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.
1. Persyaratan Bibit :
Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
2. Penyiapan Bibit :
Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada
rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
o Bibit rimpang induk :
Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan
dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang
dapat langsung ditanam.
o Bibit rimpang anak :
Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2
bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan
menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air
bersih setiap pagi/sore hari sampai.keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas
segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap
ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang
anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak
berkurang akibat penyimpanan.
1. Pengolahan Media Tanam
o Persiapan Lahan : Lokasi
penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan
lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
o Pembukaan Lahan : Lahan
dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
o Pembentukan Bedengan :
Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan
30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi
petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air,
khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
o Pemupukan Organik
(sebelum tanam) : Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam
sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25
ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.
1. Teknik Penanaman
o Penentuan Pola Tanaman :
Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim
hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal
pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
o Pembutan Lubang Tanam :
Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm
dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
o Cara Penanaman : Satu
bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke
atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm..
o Perioda Tanam : Masa tanam
temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang.
Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup
bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.
1. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman : Tanaman
yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
2. Penyiangan : Penyiangan
rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak
bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan
kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan
pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar
tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul
dengan hati-hati.
3. Pembubunan : Kegiatan
pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan
media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun
kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan
dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
4. Pemupukan :
1. Pemupukan Organik : Pada
pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan
obat-obatan, maka pemupukan secara organic yaitu dengan menggunakan pupuk
kompos organic atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita
menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak
60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat
pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap
lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan.
Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk
kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan
kegiatan pembubunan.
2. Pemupukan Konvensional :
o Pemupukan Awal.Pupuk
dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di
dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam
lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau
lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman
langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
o Pemupukan Susulan : Pada
waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5
kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan
kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan
dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di
dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan
tanah.
5. Pengairan dan Penyiraman
: Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih
berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh
kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada
musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada
dalam keadaan kering.
6. Waktu Penyemprotan
Pestisida : Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan
hama penyakit.
7. Pemulsaan : Sedapat
mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari
kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan
mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi
permukaan tanah di antara lubang tanaman.
Hama dan penyakit
Hama
Hama temulawak adalah:
Cara pengendaliannya
dengan penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan
konsentrasi 0.1-0.2 %.
Penyakit
·
Jamur Fusarium disebabkan oleh fungus oxysporum Schlecht dan Phytium sp serta bakteri Pseudomonas sp yang
berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau
setelah panen. Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar rimpang dengan
gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang
menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk.
Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk,
berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Cara pengendalian dengan melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak
menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat
dipakaikan adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1
- 0.2 %.
·
Penyakit layu disebabkan oleh Pseudomonas sp,
gejala berupa kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun,
pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti
getah. Cara pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan
Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
Gulma
Gulma potensial pada
pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki,
alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
HAMA DAN PENYAKIT TEMULAWAK
1. Hama : Hama temulawak
adalah:
1. Ulat jengkal
(Chrysodeixis chalcites Esp.),
2. Ulat tanah (Agrotis
ypsilon Hufn.) dan
3. Lalat rimpang (Mimegrala
coerulenfrons Macquart).
o Pengendalian:
penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi
0.1-0.2 %.
2. Penyakit.
1. Jamur Fusarium
o Penyebab: F. oxysporum
Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk
menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
o Gejala: Fusarium
menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk
mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna
kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun
menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan
akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
o Pengendalian: melakukan
pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari
keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau
Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
2. Penyakit layu
o Penyebab: Pseudomonas
sp.
o Gejala: kelayuan daun
bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang
yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah.
o Pengendalian: dengan
pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan
konsentrasi 0.1 -0.2%.
3. Gulma : Gulma potensial
pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki,
alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
4. Pengendalian
hama/penyakit secara organik : Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan
bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan
biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari
serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
o Mengusahakan pertumbuhan
tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan
penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
o Memanfaatkan semaksimal
mungkin musuh-musuh alami.
o Menggunakan
varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
o Menggunakan pengendalian
fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
o Menggunakan
teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan
pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa
tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
o Penggunaan pestisida,
insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu
toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu
penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan
ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Kandungan dan Manfaat
Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin[2]. Kurkuminbermanfaat
sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan
empedu).
Temu lawak memiliki efek
farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar
kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative(pencahar),
diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi[1]. Manfaat
lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI, dan membersihkan
darah[2].
Selain dimanfaatkan
sebagai jamu dan obat, temu lawak juga dimanfaatkan sebagai sumber
karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan
untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan[6]. Di sisi lain,
temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena tumbuhan
tersebut menghasilkan minyak
atsiri yang mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti[7].
PANEN TEMULAWAK
o
Ciri dan Umur Panen :
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap
panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering,
memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
o
Cara Panen.: Tanah
disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
o
Periode Panen : Panen
dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat
panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian
apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan
menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan
rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
o
Perkiraan Hasil Panen :
Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20
ton/hektar.
PASCAPANEN TEMULAWAK
o Penyortiran
Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan
rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai,
timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan
air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor
lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu
lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam
air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar
kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang
tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadahplastik/ember.
o Perajangan
: Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang
dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya
dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual
atau dengan mesin pemotong.
o Pengeringan
: Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau
alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau
setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari.dilakukan
diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk.
Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar
pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan
dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam
oven dilakukan pada suhu 50 o C - 60 o C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh
di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
o Penyortiran
Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan
dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil,
tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).
o Pengemasan
: Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik
atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya).
Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan,
bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih dan metode penyimpanannya.
o Penyimpanan
: Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 o C
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan,
memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
Referensi
1. ^ a b c d e f g h i Mahendra, B: “13 Jenis Tanaman
Obat Ampuh”, halaman 95. Penebar Swadaya, 2005
3. ^ Hidayat, S. dan Tim Flona:
“Khasiat Tumbuhan Berdasar Warna, Bentuk, Rasa, Aroma, dan Sifat”, halaman 105.
PT Samindra Utama, 2008
4. ^ a b Tim Penulis Martha Tilaar
Innovation Center: “Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang”, halaman 79.
Penebar Swadaya, 2002
5. ^ a b c Syukur, C. dan Hernani: "Budi
Daya Tanaman Obat Komersial", halaman 117-118. PT Penebar Swadaya, 2002
6. ^ Sastrapradja, S., Naiola, BP,
Rasmadi, ER, Roemantyo, Soepardjono, EK, Waluyo, EB: "Tanaman
Pekarangan", halaman 67-68. Jakarta. Balai Pustaka, 1981
7. ^ Ningsih SU: Pengaruh konsentrasi
ekstrak temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap jumlah nyamuk Aedes
aegypti yang hinggap pada tangan manusia [skripsi]. Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak
9. http://budidaya-petani.blogspot.com/2013/09/budidaya-temulawak.html
Pustaka
·
M. Mateblowski (1991), Curcuma xanthorrhiza Roxb,
penerbit PMI Verlag, ISBN
3-89119-173-1, ISBN
978-3-89119-173-6, halaman 36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar