Sabtu, 11 Maret 2017


TuGAS
Budidaya Tanaman Kakao




SMK N 1 (STM Pembangunan) TEMANGGUNG
Jl. Kadar MaronSidorejoKotakPos 104 Telp. (0293) 4901639
Temanggung 56221


K3LH
Keselamatan Kerja
Yaitu usaha untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat untuk mencegah kecelakaan,cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja pada setiap karyawan dan untukmelindungi sumber daya manusia.
Faktor-faktor pendukung keselamatan kerja yaitu:
1. Pengaturan jam kerja dengan memperhatikan kondisi fit untuk pekerja
2. Pengaturan jam istirahat yang memadai untuk menjaga kestabilan untuk bekerja
3. Pengaturan Penggunaan peralatan kantor yang menjamin kesehatan kerja pekerja
4. Pengaturan Sikap tubuh dan anggota badan yang efektif yang tidak menimbulkan gangguan ketika bekerja
5. Penyediaan sarana untuk melindungi keselamatan kerja pekerja
6. Kedisiplinan pekerja untuk mentaati ketentuan penggunaan peralatan kerja dan perlindungan keselamatan kerja yang telah disediakan dan diatur dengan SOP (Standard Operating Prosedur) yang telah ditetapkan
C. Kesehatan Kerja
Yaitu Suatu kondisi yang optimal/ maksimal dengan menunjukkan keadaan yang fit untuk mendukung terlaksananya kegiatan kerja dalam rangka menyelesaikan proses penyelesaian pekerjaan secara efektif.
Faktor-faktor pendukung kesehatan kerja yaitu:
1. Pola makan yang sehat dan bergizi
2. Pola pengaturan jam kerja yang tidak menganggu kesehatan pekerja
3. Pola pengaturan istirahat yang cukup pada pekerja/ profesiona
4. Pola pengaturan tata cara sikap bekerja secara ergonomi
5. Pola pengaturan lingkungan yang harmonis yang tidak mengganggu kejiwaan
6. Pola pengaturan tata ruang kerja sehat
7. Pola pengaturan tata warna dinding dan perabotan yang tidak ganggu kesehatan
8. Pola pengaturan penerangan ruang kerja yang memadai
9. Pola perlindungan atas penggunaan peralatan yang menimbulkan gangguan kesehatan
D. Dasar Hukum K3
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
E. Tujuan K3
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut
3. Memeliharan sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien
F. Kebijakan dan Prosedur K3
a) Unsur manusia :
 Merupakan upaya preventif agar tidak terjadi kecelakaan atau paling tidak untuk menekan timbulnya kecelakaan menjadi seminimal mungkin (mengurangi terjadinya kecelakaan).

 Mencegah atau paling tidak mengurangi timbulnya cidera, penyakit, cacat bahkan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.

 Menyediakan tempat kerja dan fasilitas kerja yang aman, nyaman dan terjamin sehingga etos kerja tinggi, produktifitas kerja meningkat.

 Penerapan metode kerja dan metode keselamatan kerja yang baik sehingga para pekerja dapat bekerja secara efektif dan efisien.

 Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
MENENTUKAN KOMODITAS
Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang memiliki prospek yang cukup cerah sebab permintaan dalam negeri semakin kuat dengan berkembangnya sector agroindustri.
Pada masa yang akan datang, komoditi biji cokelat diharapkan menduduki tempat yang sejajar dengan sawit dan karet.Tanaman kakao dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Namun secara umum, pembibitan kakao secara generatif lebih sering dilakukan para petani. Mungkin karena dirasa lebih praktis.
Perbanyakan generatif adalah teknik memperbanyak tanaman dengan menggunakan biji. Sedangkan perbanyakan vegetatif biasanya menggunakan setek, okulasi, cangkok atau kultur jaringan. Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan perbanyakan generatif dibanding vegetatif.Teknik generatif lebih praktis karena benih bisa disimpan dalam waktu lama, pengiriman benih lebih fleksibel dan tanaman berdiri kokoh karena memiliki akar tunjang. Hanya saja, dengan teknik ini sifat-sifat tanaman belum tentu seragam dan bisa saja berlainan dengan tanaman induknya.Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam pembibitan kakao menggunakan teknik perbanyakan generatif. Tahapan-tahapan tersebut antara lain penyiapan benih tanaman, penyiapan tempat pembibitan kakao, penyemaian, penyiapan media tanam, pemindahan kecambah dan pemeliharaan bibit.
Syarat Tumbuh
  • Tumbuh optimal di daerah Tropis.
  • Tumbuh ideal pada ketinggian 0-800 meter dpl.
  • Struktur tanah gembur,lempung berpasir,lempung berliat dan kaya bahan organik
  • Curah hujan 1.100-3.000 mm/tahun
  • Suhu udara optimal 30˚C-32˚C
  • Kelembapan udara 30-40%
  • Keasaman tanah (pH) ideal berkisar antara 6,5-7,5

Persiapan Bibit

Perbanyakan bibit kakao dilakukan dengan 2 cara yaitu perbanyakan secara Generatif (biji) dan Vegetatif (akar, batang, cabang dan daun melalui okulasi dan kultur jaringan),perbanyakan cara generatif lebih banyak dilakukan petani kakao pada umum nya dibandingkan cara vegetatif yang terlampau sulit dan ribet dalam penerapanya.
Perbanyakan genertif dimulai dengan memilih indukan benih kakao yang sehat,berproduksi tinggi dan toleran terhadap hama dan penyakit. Dilanjutkan dengan kegiatan perkecambahan dengan karung goni sebelum masuk ke pembibitan polibeg,yang diawali dengan membersihkan biji kakao dari plasenta (pulp) dengan mengunakan abu atau serbuk gergaji dan dibersihkan dengan air mengalir lalu disusun merata diatas karung goni yang telah basah dan lembab,diamkan selama kurang lebih 1-3 hari dan selalu chek kondisi karung goni agar selalu basah dan lembab dengan memercikan air ke lapisan susunan benih kakao tersebut secara merata.
Tahapan berikutnya siapkan polibeg berukuran (25 cm x 40 cm ) yang telah berisi tanah dan kompos dengan perbandingan (2:1), kemudian masukan benih kakao yang telah berkecambah ke dalam polibeg secara hati-hati lalu tutup kembali. Proses pembibitan kakao membutuhkan waktu selama 5-6 bulan untuk siap ditanam dan budidayakan.

Pengolahan Lahan

tanaman kakao dapat dimulai dengan cara membersihkan sekaligus meratakan dan mengemburkan semak belukar (rumput berkayu) dan rumput alang-alang dengan cara manual (cangkul) dan mesin (bajak) ditergantung dari jumlah luasan area tanam tanaman kakao. Selanjutnya menanam pohon pelindung (bayang) bertujuan untuk mengurangi intensitas sinar matahari langsung ke tanaman pada dasarnya tanaman kakao menginginkan kondisi lembab karena buah kakao tumbuh dibantalan batang seperti; lamtoro petai cinadan pisang.
Tahapan berikutnya membuat lubang tanam 1-2 minggu sebelum waktu penanaman bibit dengan ukuran panjang,lebar dan ketinggian (40 cm x 40 cm x 40 cm) atau (60 cm x 60 cm 60 cm) dengan pola tanam berpagar ganda (dengan pohon pelindung membentuk titik segi empat).

Penanaman Kakao

Persiapan tanam dimulai dengan menyiapkan bibit kakao yang telah berumur 5-6 bulan yang telah melewati tahapan seleksi (sortasi) bibit sehat,tidak abnormal (cacat) dan peralatan yang dibutuhkan seperti;cangkul, lingkis dan pisau diarea penanaman. Penanaman diusahakan memasuki awal musim penghujan dengan jarak tanam (2,4 m x 2,4 m) dengan jumlah populasi bibit 1680 bibit/hektar. Teknis penanaman bibit dimulai dengan merobek polibeg yang dikuti dengan penanaman hingga batas leler akar,kemudian tutup dan padatkan kembali.
Penanaman Tanaman Naungan
Pengembangan tanaman kakao memerlukan naungan dalam budidayanya. Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Pohon pelindung atau naungan ada dua jenis, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat bagi tanaman yang belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat bagi tanaman yang telah mulai menghasilkan. Penanaman pohon pelindung tetap hendaknya dilakukan 12 – 18 bulan sebelum cokelat ditanam di lapangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa cokelat harus sudah dibibitkan 4 – 6 bulan sebelumnya. Untuk tanaman penaung, biasanya digunakan Moghania macrophyla sebagai tanaman penaung sementara, dan tanaman Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp) sebagai tanaman penaung tetap.
Pohon pelindung pada umumnya tidak memberikan tambahan nilai ekonomis kepada patani sehingga terasa kurang menarik. Secara umum, dalam budidaya kakao juga dihadapi masalah harga komoditi yang tidak menentu, kondisi lahan yang semakin menurun, serta mutlak diperlukannya naungan dalam budidayanya. Oleh karena itu,maka pola diversifikasi tanaman kakao merupakan peluang untuk pengembangan kakao dengan pemanfaatan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis. Tanaman penaung yang digunakan adalah tanaman-tanaman produktif seperti pisang sebagai penaung sementara, kelapa sebagai tanaman penaung tetap, ataupun tanaman lainnya sebagai tanaman tepi blok kebun.
Pisang (Musa paradisiaca)
Tanaman pisang dapat dimanfatkan sebagai tanaman penaung sementara dalam budidaya kakao. Tanaman pisang dapat ditanam dengan jarak tanam 6×3 m, sehingga di dalam lorong tanaman pisang arah utara-selatan dapat ditanam 2 baris tanaman kakao dengan jarak tanam 3×3 m. Sebagai tanaman penaung sementara, tanaman pisang dapat ditanam 6-12 bulan sebelum tanam kakao. Selanjutnya rumpun pisang dapat memelihara 2-3 anakan saja. Tanaman pisang dapat dipelihara sampai tahun ke 4 atau sesuai dengan keperluan dengan tetap memperhatikan tingkat penaungannya untuk tanaman kakao. Tata tanam kakao dengan pisang sebagai tanaman penaung sementara dapat digambarkan sebagai berikut :
x o o x o o x o o x o o x o o x
o o o o o o o o o o
x o o x o o x o o x o o x o o x
o o o o o o o o o o
x o o x o o x o o x o o x o o x
o o o o o o o o o o
x o o x o o x o o x o o x o o x
o o o o o o o o o o
x o o x o o x o o x o o x o o x
Keterangan
– Jarak tanam kakao 3 x 3 m (1100 ph/ha)
– Jarak tanam kelapa 6 x 3 m (550 ph/ha)
Barisan arah utara-selatan
Kelapa (Cocos nucifera)
Tanaman kelapa dapat digunakan sebagai tanaman penaung tetap untuk tanaman kakao. Dalam hal ini harus diatur agar persaingan minimal. Sebaran akar kakao terbanyak sampai radius 1 m dan sebaran akar kelapa terbanyak sampai radius 2 m, oleh karena itu perlu dibuat tatatanam dengan jarak antara kakao dan kelapa minimal 3 m. Dengan jarak tanam kelapa 10×10 m dan jarak tanam kakao 4×2 m dalam gawangan kelapa utara-selatan, maka dapat diperoleh pertanaman dengan populasi tanaman yang cukup yaitu tanaman kakao 1000 ph/ha dan kelapa 100 ph/ha. Sebagai penaung tanaman kakao, fungsi penaungan tanaman kelapa dapat diatur dengan melakukan siwingan (pangkasan) pelepah bila penaungannya terlalu gelap, terutama pada musim hujan. Demikian pula pada tanaman kelapa yang sudah cukup tua dan tinggi, apabila penaungannya kurang dapat ditambah tanaman penaung lain misalnya dengan lamtoro yang ditanam di diagonal tanaman kelapa. Tata tanam dalam penggunaan kelapa sebagai penaung kakao dapat disusun sebagaimana gambar berikut:
X o o X o o X o o X o o X
o o o o o o o o
o o o o o o o o
o o o o o o o o
o o o o o o o o
X o o X o o X o o X o o X
o o o o o o o o
o o o o o o o o
o o o o o o o o
o o o o o o o o
o o o o o o o o
X o o X o o X o o X o o X
Keterangan
– Jarak tanam kakao 4×2 m (1000 ph/ha)
– Jarak tanam kelapa 10×10 m (100 ph/ha)
– Jarak kakao-kelapa 3 m
Tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya
Tanaman kayu-kayuan atau tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis juga dapat dimanfaatkan sebagai penaung, tanaman sela, ataupun tanaman tepi dalam budidaya kakao. Tanaman Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albisia falcata) dapat dimanfaatkan sebagai tanaman tepi kebun ataupun tanaman sela pada pertanaman kakao. Pada pertanaman kakao tersebut tetap dimanfaatkan penaung Lamtoro atau Gamal, sedangkan Jati dan Sengon ditanam dalam barisan dua baris (double row) 3 x 2 m dengan jarak antar barisan jati atau sengon 24 – 30 m. Dengan tatatanam demikian terbentuk lorong diantara tanaman jati atau sengon, yang dapat ditanami tanama kakao 3×3 m Dalam hal ini jati, sengon atau tanaman kayu-kayuan yang lain dapat difungsikan sebagai tanaman penaung dan atau tanaman pematah angin.
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +
Keterangan
– Jarak tanam kakao (3 x 3) m
– Jarak tanam Jati (3 x 2) m x 24-30 m
– Jarak tanam Sengon (3 x 2) m x 24-30 m
Penggunaan penaung tersebut perlu disusun dalam tatatanam yang tepat, sehingga dapat memberikan produksi yang optimal dan memberi manfaat konservasi lahan. Persiapan lahan, penyiapan bibit, dan saat tanam harus dilakukan dengan perencanaan yang tepat, sehingga pada saat tanam, bibit kakao siap tanam, dan tanaman penaung di lapangan siap berfungsi sebagai penaung. Selanjutnya dengan teknik budidaya yang benar akan dapat diperoleh tanaman kakao dengan pertumbuhan baik dan produksi yang tinggi.
Mikolehi Firdaus, Departemen Agronomi dan Hortikultura 2009

Daftar Pustaka
Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.
Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania

PENANAMAN LCC
Tanaman Penutup Tanah atau Legum Cover Crop (LCC) 

Contoh Tanaman Legume Penutup Tanah
Tanaman Penutup Tanah yang juga dikenal dengan Legum Cover Crop ( LCC ) adalah tanaman yang khusus ditanam untuk memperbaiki struktur tanah yaitu dengan memperbaiki sifat fisika dan sifat kimia tanah sehingga dapat mengembalikan kesuburan tanah.

Hal ini dapat tejadi karena tanaman ini mengadakan simbiosis dengan bakteri pengikat Nitrogen, sehingga ketersediaaan nitrogen dalam tanah menjadi meningkat. Jadi, tanaman ini ditanam dengan tujuan memperbaiki struktur tanah agar kesuburannya kembali meningkat sehingga siap untuk ditanamai kembali dengan tanaman utama. Mengingat tujuan penanaman LCC adalah memperbaiki struktur tanah agar dapat ditanami kembali, maka tanaman LCC harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

Perakaran tidak mengganggu tanaman utama. Dalam hal ini, akar dari tanaman LCC haruslah akar yang mudah dicabut, sehingga tidak meninggalkan sisa akar di tanah yang dapat mengganggu tanaman utama.

Mudah diperbanyak secara vegetatif maupun generatif dan cepat tumbuh. Dengan adanya kemudahan perbanyakan tanaman ini, semakin banyak tanaman LCC yang tumbuh sehingga semakin cepat kesuburan diperoleh dan semakin luas lahan yang bisa diperbaiki strukturnya dalam waktu singkat.

Tahan terhadap kekeringan, naungan, hama dan penyakit. Ketahanan tanaman ini terhadap berbagai gangguan membuat tanaman ini tidak mudah mati, sehingga proses peningkatan kesuburan tanah pun tidak terganggu.

Memiliki potensi dalam memberikan bahan organik yang tinggi. Potensi yang dimaksud adalah kemampuan tanaman ini dalam mengikat zat-zat dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Tanaman yang memenuhi syarat-syarat diatas adalah tanaman dari suku Leguminosae atau biasa dikenal dengan tanaman kacanag-kacangan. Akar dari tanaman ini adalah akr serabut, sehingga mudah dicabut dan tidak mengganggu perakaran tanaman utama nantinya. Selain itu, tanaman jenis ini mudah diperbanyak , mudah tumbuh dan juga cepat tumbuh. Tanaman jenis ini juga memikliki ketahanan terhadap berbagai gangguan, serta memiliki potensi untuk memberi bahan organik terhadap tanah karena dapat mengikat nitrogen dari udara bebas.

Jenis – jenis Tanaman LCC
Sesuai dengan namanya yaitu Legum Cover Crop, maka yang termasuk tanaman ini berasal dari jenis Leguminosae atau tanaman kacang – kacangan. Tanaman dari jenis ini memiliki kemampuan mengikat nitrogen dari udara bebas, karena mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dengan cara menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Rhizobium tersebut akan memfiksasi nitrogen dari udara sehingga menambah ketersediaan nitrogen di dalam tanah.
Adapun jenis – jenis tanaman penutup tanah dibagi menjadi 2 tipe yaitu Menjalar dan Pelindung perdu. Jenis LCC untuk masing – masing tipe yaitu :

Menjalar, terdiri dari :
  • Centrosema pubescens ( CP )
  • Pueraria javanica ( PJ )
  • Calopogonium mucunoides ( CM )
  • Psopocarphus polustris ( PP )
  • Calopogonium caeruleum ( CC )
  • Desmodium ovalifolium ( DO )
  • Mucuna conchinchinensis ( MC )
  • Pueraria phascoloides ( PP )
Pelindung perdu, yaitu :
  • Flemingia congesta
  • Crotalaria anagyroides
  • Tephrosia vogelii
  • Caliandra callothyrsus ( putih )
  • Caliandra tetragona ( merah )
Penanaman LCC secara bersamaan dari berbagai jenis lebih menguntungkan daripada hanya satu jenis saja.

Peranan LCC Dalam Pertanian
Dalam dunia pertanian, LCC memberi peranan dalam meningkatkan kesuburan tanah. Peranan yang diberikan LCC dalam bidang pertanian cukup penting untuk mencapai pertanian yang berhasil. Dengan adanya LCC, maka dapat diciptakan kondisi tanah yang siap untuk ditanami dan memnuhi unsur – unsur yang dibutuhkan tanaman utama.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, fungsi LCC adalah meningkatkan kesuburan tanah, maka dalam hal meningkatkan kesuburan tanah peranan LCC dalam bidang pertanian sebagai berikut :

Meningkatkan persediaan nitrogen dalam tanah. Tanaman LCC mampu meningkatkan persediaan nitrogen dalam tanah karena tanaman ini bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang dapat memfiksasi nitrogen langsung dari udara bebas.

Menggantikan fungsi pupuk. Tanaman LCC dan pupuk bersifat memberi kesuburan pada tanah. Dengan ditanamnya LCC, maka petani tidak perlu memberi pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanah sebelum ditanami tanaman utama dan tanaman ini dapat menjadi pupuk organik.

Mengurangi pencucian unsur hara. Dengan ditanamnya tanaman LCC, maka lahan yang belum ditanami tanaman utama tidak kosong, sehingga ketika hujan turun, unsur – unsur hara yang masih tersisa dalam tanah tidak mengalami pencucian oleh aliran air hujan.

Menekan pertumbuhan gulma. Dengan adanya tanaman LCC, tanah akan tertutup dan akan menghalangi masuknya sinar matahari sehingga gulma tidak dapat bertumbuh.

Menciptakan habitat baru bagi musuh alami terhadap hama. Keberadaan tanaman LCC dapat menjadi tempat hidup bagi musuh alami hama yang menyerang tanaman utama. Dengan demikian petani dapat mengurangi penggunaan pestisida.

Penanaman legume penutup tanah ini banyak dilakukan diperkebunan-perkebunan kelapa sawit seperti di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Saat ini ada dilema antara SISKA yaitu sistem integrasi Sawit-Sapi dan penanaman LCC karena tanaman penutup tanah tersebut akan dimakan oleh sapi-sapi yang dipelihara diarea perkebunan kelapa sawit. 

PENGENDALIAN OPT

Hama Tanaman Kakao

1.    Ulat Kilan (Hyposidea infixaria)

Ulat kilan (Hyposidea infixaria) termasuk dalam famili Geometridae, ulat ini menyerang pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat  daunnya saja.
Pengendalian :
Pengendalian hama ulat kilan pada kakao dapat dilakuka dengan penyemprotan insektisida.

2.    Ulat Jaran / Ulat Kuda (Dasychira inclusa)

Ulat jaran/kuda (Dasychira inclusa) termasuk dalam famili Limanthriidae. Ciri khusus ulat ini yaitu memiliki bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedangkan ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman.

 Penggerek Buah Kakao (PBK), (Conopomorpha cramerella)

Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling  melekat dan berwarna  kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi  lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.

 Penyakit Kakao

1.    Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora)

Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya  penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab.
Pengendalian :
a).    Sanitasi kebun, dengan memetik semua buah busuk lalu membenamnya dalam tanah sedalam 30 cm
b).    Kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan lakukan pemangkasan pada tanaman-nya sehingga kelembaban di dalam kebun akan turun
c).    Cara kimia, yaitu menyemprot buah dengan fungisida seperti :Sandoz, cupravit Cobox, dll. Penyemprotan dilakukan dengan frekuensi 2 minggu sekali; (4) penggunaan klon tahan hama/penyakit seperti: klon DRC 16, Sca 6,ICS 6 dan hibrida DR1.
Pemangkasan pada tanaman kakao ada beberapa macam, yaitu: pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik.
A. Pemangkasan bentuk

Pemangkasan bentuk mulai dilakukan pada saat tanaman muda berumur 8 – 12 bulan dan telah tumbuh jorket. Cabang yang lemah dibuang dan mempertahankan 3 – 4 cabang yang simetris terhadap batang utama, kukuh, sehat dan mengarah ke atas membentuk sudut 450. Cabang-cabang utama yang dipilih hendaknya sudah mengayu dan daun flush sudah agak tua. Panjang cabang sekitar 30 - 40 cm. Cabang utama yang membentuk mendatar perlu dibantu agar membentuk sudut 450 dengan cara diikat dengan tali. Lamanya pengikatan sekitar 3 - 4 minggu.

Ketinggian jorket yang ideal adalah 120 - 150 cm, apabila tumbuhnya kurang dari 120 cm , maka batang utama dapat dipotong setinggi 80 cm agar tumbuh tunas air (chupon) yang baru dan membentuk jorket yang lebih tinggi. Demikian pula apabila jorket lebih dari 150 cm, batang utama dapat dipotong setinggi 80 cm dan chupon yang tumbuh dipelihara sampai membentuk jorket yang baik.
Untuk tanaman yang lemah dan bengkok, chupon yang tumbuh dipelihara sampai terbentuk jorket yang memenuhi syarat. Kemudian batang yang lemah atau bengkok tersebut dipotong. Cara memotongnya sekitar 5 cm dari chupon yang terpilih dengan menggunakan pisau yang tajam. Sedangkan bekas luka dapat ditutup dengan obat penutup luka misalnya TB 192, Ter, dan sebagainya.
Ketika tanaman kakao berumur 18 - 24 bulan cabang-cabang sekunder sejauh 30 - 60 cm dari jourquette (percabangan) dibuang. Percabangan yang terbentuk 15 - 25 cm dari pangkal cabang sekunder juga dibuang. Pemangkasan juga dilakukan untuk mengatur cabang-cabang sekunder agar tidak terlalu rapat satu sama lain dan memotong cabang-cabang yang tumbuh meninggi. Upayakan agar tanaman kakao tingginya selalu terjaga yaitu 300 - 400 cm. Pemangkasan juga perlu dilakukan terhadap cabang primer yang tumbuhnya lebih dari 150 cm. Pemangkasan bentuk ini dilaksanakan dengan selang waktu dua bulan sekali selama masa tanaman kakao belum menghasilkan.
B. Pemangkasan Pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharan pada tanaman kakao bertujuan untuk mempertahankan kerangka tanaman yang sudah terbentuk baik, mengatur penyebaran daun produktif, merangsang pembentukan daun baru, bunga dan buah, serta terhindar dari hama dan penyakit. Pemangkasan dilakukan dengan mengurangi sebagian daun yang rimbun pada tajuk tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindung dan menaungi. Memotong cabang yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya dan diameternya kurang dari 2,5 cm. Mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi aliran udara di dalam kebun, sehingga cabang kembali terangkat. Pemangkasan ini dilakukan secara ringan di sela-sela pemangkasan produksi dengan frekuensi 2-3 bulan. Juga dilakukan pemangkasan terhadap tunas air (chupon). Pemangkasan tunas air atau juga disebut wiwilan bisa dilakukan secara manual menggunakan tangan.
C. Pemangkasan Produksi
Pemangkasan produksi berkesinambungan dengan pemangkasan pemeliharaan. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan produktivitas tanaman. Pemangkasan produksi dilakukan dengan memangkas daun-daun agar tidak terlalu rimbun sehingga sinar matahari bisa tersebar merata ke seluruh organ daun. Dengan demikian, proses fisiologis terpenting dari tanaman, yaitu fotosintesis bisa berjalan lancar sehingga sirkulasi makanan dari daun keseluruh organ tanaman juga lancar. Tanamanpun akhirnya dapat berproduksi secara optimal.
Sasaran pemangkasan produksi adalah ranting-ranting atau cabang tertier yang mendukung daun-daun tidak produktif, ranting-ranting yang sakit atau rusak dan cabang cacing. Tunas-tunas air yang tumbuh dari pangkal cabang tertier dan cabang sekunder pada jarak 15 - 25 cm dari pangkal cabang sekunder dipotong. Ranting-ranting dengan daun yang terlindung atau kurang mendapat sinar matahari juga harus dipotong. Cabang-cabang tertier yang yang terlalu subur juga dibuang karena sering mengganggu keseimbangan pertumbuhan, demikian pula cabang-cabang kecil yang akan masuk ke dalam tajuk tanaman tetangga atau di dekatnya. Cabang yang menggantung ke bawah dikurangi daunnya agar tidak menghambat sirkulasi udara dalam kebun.

 Pengertian Sensus Produksi
Sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi tanaman yang mati, tumbang atau terserang hama dan penyakit.
Sensus produksi adlah pencacahan/ penghitungan/ padatan terhadp tanaman ks yeng bertujuan untuk mengetahui / memperkirakan produksi selama satu semester (enem bulan memdatang). Para meter yang digunakan untuk mengetahui produksi semester tersebut adalah jumlah janjang yang ada dipokok dan berat janjang rata-rata (BJR).Dasar pemikirannya adalah apabila diketahui jumlah janjangannya dan berat janjangannya, maka akan dapat diketahui berapa kira-kira tonase yang akan didapat selama satu semester. Yang maksud dengan jumlah dan berat janjang adalah janjang dan berat janjang sampel/contoh dari satu blok yang akan ditaksir produksinya
Sensus produksi terdiri dari 3 macam pekerjaan;
1.      Persiapan tanda-tanda sensus (pembuatan dan perbaikan) dan kelengkapan alat sensus.
2.      Penghitungan janjang yang dilaksanakan pada titik sensus dan pokok sensus, yang bertujuan untuk mendapatkan jumlah janjang yang akan dipanen dalm suatu blok.
3.      Menentukan BJR, dapat ditentukan dengan 2 cara: pertama penimbangan dilapangan TPH, kedua dengan penimbangan di PKS.
Sensus Pokok
Kerapatan tanaman yang ideal harus sudah dicapai pada bulan ke dua belas setelah penanaman, guna memastikan kerapatan yang ideal maka perlu dilakukan kerapatan tanam. Ada dua kategori sensus, yakni sensus pokok mati ( pada TBM 1) dan sensus produktif ( pada TBM 2 dan 3).
a).   Sensus TBM 1
Pada TBM 1 bertujuan untuk mengetahui tanaman yang mati, titik kosong pohon yang diserang hama maupun abnormal. Sensus tanaman dilakukan sebanyak 3x, pada umur 2 bulan setelah tanam, pada umur 6 bulan dan umur 10 bulan.
b).   Sensus TBM 2 dan 3 ( Tanaman Non produktif)
Sensus ini bertujuan untuk mengetahui tanaman yang tidak produktif, dimulai pada saat kastrasi pada bulan ke 14 dan 18.

Panen Dan Pasca Panen

Panen buah kakao dilakukan apabila buah kakao mengalami perubahan (warna hijau menjadi kekuningan) atau( jingga menjadi merah) atau masak secara fisiologis,buah yang dipetik telah berumur 5,5 sampai 6 bulan lamanya mulai dari bunga. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dengan cara memotong tangkai buah 1/3 bagian buah dan langsung dimasukan ke keranjang untuk melalui tahapan berikutnya,pemecahan buah dengan memukul dengan benda tumpul seperti;batu atau kayu yang selanjutnya biji kakao dikeluarkan dari kulit dan dimasukan kedalam karung untuk proses fermentasi.
Proses fermentasi atau pemeraman biji kakao yang masih terdapat plasenta (pulp) selama 7-12 hari,kemudian dilakukan kegiatan pengeringan atau penjemuran selama 7-9 hari dibawah terik matahari sampai biji kakao benar-benar kering,setelah biji kering lakukan kegiatan penyeleksian (sortasi)untuk memisahkan ukuran biji kakao tergantung permintaan pasar dan membuang benda-benda seperti; batu dan kotoran yang akan mengurangi nilai jual. Tahapan akhir lakukan penyimpanan biji kakao kering ditempat yang kering, tidak lembab juga beralas (palet) untuk menghindari biji kakao tidak berjamur (kapang).


Selasa, 13 Januari 2015

Cara Budidaya Tanaman Temulawak

CARA BUDIDAYA TANAMAN TEMULAWAK
DIPOSKAN OLEH : ADITYA WIDIYANTO

Temu lawak
Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah tumbuhan obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae)[1]. Ia berasal dari Indonesia, khususnya Pulau Jawa, kemudian menyebar ke beberapa tempat di kawasan wilayah biogeografi Malesia. Saat ini, sebagian besar budidaya temu lawak berada di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina[2] tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di China, Indochina, Barbados, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.Nama daerah di Jawa yaitu temulawak, di Sunda disebut koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak[1]. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut dan berhabitat di hutan tropis[2]. Rimpang temu lawak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur[3].
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba.

Ciri Morfologi

Terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m. Batang semu merupakan bagian dari pelepah daun yang tegak dan saling bertumpang tindih[4], warnanya hijau atau coklat gelap. Rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna hijau gelap. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 cm – 84 cm dan lebar 10 cm – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 cm – 80 cm, pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan lateral,[1]. tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9cm – 23cm dan lebar 4cm – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8mm – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25cm – 2cm dan lebar 1cm, sedangkan daging rimpangnya berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya pahit[4].

Temulawak

Bunga temu lawak
Kerajaan:
Divisi:
Upadivisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Curcuma xanthorrhiza
Curcuma xanthorrhiza
Roxb.

Aspek Budidaya

Bibit diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif yaitu anakan yang tumbuh dari rimpang tua yang berumur 9 bulan atau lebih, kemudian bibit tersebut ditunaskan terlebih dahulu di tempat yang lembap dan gelap selama 2-3 minggu sebelum ditanam[1]. Cara lain untuk mendapatkan bibit adalah dengan memotong rimpang tua yang baru dipanen dan sudah memiliki tunas (setiap potongan terdiri dari 2-3 mata tunas), kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama 4-6 hari[2]. Temulawak sebaiknya ditanam pada awal musim hujan agar rimpang yang dihasilkan besar, sebaiknya tanaman juga diberi naungan[1].
Lahan penanaman diolah dengan cangkul sedalam 25-30 sentimeter, kemudian dibuat bedengan berukuran 3-4 meter dengan panjang sesuai dengan ukuran lahan, untuk mempermudah drainase agar rimpang tidak tergenang dan membusuk[5]. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20 sentimeter x 20 sentimeter x 20 sentimeter dengan jarak tanam 100 sentimeter x 75 sentimeter, pada setiap lubang tanam dimasukkan 2-3 kilogram pupuk kandang[1]. Penanaman bibit dapat pula dilakukan pada alur tanam/ rorak sepanjang bedengan, kemudian pupuk kandang ditaburkan di sepanjang alur tanam, kemudian masukkan rimpang bibit sedalam 7.5-10 sentimeter dengan mata tunas menghadap ke atas[5].
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan gulma sebanyak 2-5 kali, tergantung dari pertumbuhan gulma, sedangkan pembumbunan tanah dilakukan bila terdapat banyak rimpang yang tumbuh menyembul dari tanah[1]. Waktu panen yang paling baik untuk temu lawak yaitu pada umur 11-12 bulan karena hasilnya lebih banyak dan kualitas lebih baik daripada temu lawak yang dipanen pada umur 7-8 bulan[5]. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali atau membongkar tanah disekitar rimpang dengan menggunakan garpu atau cangkul[1].

Pertumbuhan

Iklim

·         Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
·         Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 oC
·         Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.

Media tanam

Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.

Ketinggian

Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

PEDOMAN BUDIDAYA TEMULAWAK
1.    Pembibitan : Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.
1.    Persyaratan Bibit : Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
2.    Penyiapan Bibit : Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
o    Bibit rimpang induk : Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
o    Bibit rimpang anak : Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai.keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan.
1.    Pengolahan Media Tanam
o    Persiapan Lahan : Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
o    Pembukaan Lahan : Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
o    Pembentukan Bedengan : Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
o    Pemupukan Organik (sebelum tanam) : Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.
1.    Teknik Penanaman
o    Penentuan Pola Tanaman : Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
o    Pembutan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
o    Cara Penanaman : Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm..
o    Perioda Tanam : Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.
1.    Pemeliharaan Tanaman
1.    Penyulaman : Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
2.    Penyiangan : Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati.
3.    Pembubunan : Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
4.    Pemupukan :
1.    Pemupukan Organik : Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organic yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organic atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
2.    Pemupukan Konvensional :
o    Pemupukan Awal.Pupuk dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
o    Pemupukan Susulan : Pada waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan tanah.
5.    Pengairan dan Penyiraman : Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.
6.    Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.
7.    Pemulsaan : Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.

Hama dan penyakit

Hama

Hama temulawak adalah:
·         Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp),
·         Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn) dan
·         Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart)
Cara pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.

Penyakit

·         Jamur Fusarium disebabkan oleh fungus oxysporum Schlecht dan Phytium sp serta bakteri Pseudomonas sp yang berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen. Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk. Cara pengendalian dengan melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakaikan adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
·         Penyakit layu disebabkan oleh Pseudomonas sp, gejala berupa kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah. Cara pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.

Gulma

Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.

HAMA DAN PENYAKIT TEMULAWAK
1.    Hama : Hama temulawak adalah:
1.    Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
2.    Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan
3.    Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart).
o    Pengendalian: penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.
2.    Penyakit.
1.    Jamur Fusarium
o    Penyebab: F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
o    Gejala: Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
o    Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
2.    Penyakit layu
o    Penyebab: Pseudomonas sp.
o    Gejala: kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah.
o    Pengendalian: dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
3.    Gulma : Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
4.    Pengendalian hama/penyakit secara organik : Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
o    Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
o    Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
o    Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
o    Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
o    Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
o    Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.

 

Kandungan dan Manfaat

Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin[2]. Kurkuminbermanfaat sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu).
Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative(pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi[1]. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah[2].
Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan[6]. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti[7].




PANEN TEMULAWAK
o    Ciri dan Umur Panen : Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
o    Cara Panen.: Tanah disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
o    Periode Panen : Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
o    Perkiraan Hasil Panen : Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.

PASCAPANEN TEMULAWAK
o    Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadahplastik/ember.
o    Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
o    Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari.dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 o C - 60 o C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
o    Penyortiran Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
o    Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
o    Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 o C dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

Referensi

1.   ^ a b c d e f g h i Mahendra, B: “13 Jenis Tanaman Obat Ampuh”, halaman 95. Penebar Swadaya, 2005
2.   ^ a b c d e Rukmana, R: “Temu-Temuan”, halaman 14. Kanisius, 2004
3.   ^ Hidayat, S. dan Tim Flona: “Khasiat Tumbuhan Berdasar Warna, Bentuk, Rasa, Aroma, dan Sifat”, halaman 105. PT Samindra Utama, 2008
4.   ^ a b Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center: “Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang”, halaman 79. Penebar Swadaya, 2002
5.   ^ a b c Syukur, C. dan Hernani: "Budi Daya Tanaman Obat Komersial", halaman 117-118. PT Penebar Swadaya, 2002
6.   ^ Sastrapradja, S., Naiola, BP, Rasmadi, ER, Roemantyo, Soepardjono, EK, Waluyo, EB: "Tanaman Pekarangan", halaman 67-68. Jakarta. Balai Pustaka, 1981
7.   ^ Ningsih SU: Pengaruh konsentrasi ekstrak temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap jumlah nyamuk Aedes aegypti yang hinggap pada tangan manusia [skripsi]. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008
8.   http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak
9.   http://budidaya-petani.blogspot.com/2013/09/budidaya-temulawak.html

Pustaka

·         M. Mateblowski (1991), Curcuma xanthorrhiza Roxb, penerbit PMI Verlag, ISBN 3-89119-173-1, ISBN 978-3-89119-173-6, halaman 36